“Besok ada kuis tapi malem ini ada rapat, ikut rapat ga ya?”
“Rencananya mau ngambil kepanitiaan X nanti. Eh tapi akademik gimana?”
“Tingkat satu itu fokus akademik atau organisasi ya?” Bagusnya yang mana ?! Hmm
Akademik dan kemahasiswaan. Bagi seorang mahasiswa, saya pikir masalah ini sudah sering dihadapi dalam menjalani kehidupan kampus. Antara tanggung jawab untuk menyelesaikan studi perkuliahan dan keharusan aktualisasi diri atau sekadar memegang peranan di kegiatan kemahasiswaan sering menjadi dua hal yang seakan-akan berlawanan. Sering kali akhirnya mahasiswa dibuat memilih pilihan yang sulit antara fokus ke akademik atau kemahasiswaan. Memangnya apa sih hubungan antara akademik dan kemahasiswaan sampai bisa segitu repotnya? Benarkah memang berlawanan dan tidak bisa sinergi? Sebenarnya apa akar masalahnya?
Sebelumnya, akademik yang saya maksud adalah kegiatan seperti belajar, ujian, kelas, dan sejenisnya. Sementara kemahasiswaan yang saya maksud adalah kegiatan seperti pengkaderan,himpunan, kepanitiaan dan sejenisnya. Tidak usah dibikin ribet lah yaa, sudah kebayang pasti.
Dalam tulisan kali ini saya tidak mau banyak teori. Bisa saja saya mengambil referensi dari tujuan perguruan tinggi dan esensi akademik dan kemahasiswaan itu sendiri, tetapi saya pikir tidak ada salahnya sekali-kali membuat tulisan yang ringan — tentunya dengan tidak mengerdilkan maksud dari tulisan tersebut. Sebenarnya, pilihan antara akademik dan kemahasiswaan itu tergantung orangnya. Jika kebutuhan orang tersebut untuk berkembang dirasa sudah cukup dengan kegiatan akademik saja, tidak masalah. Buat apa kemahasiswaan? Toh dari akademik saja sudah cukup. Tidak bisa saya pungkiri, pandangan ini banyak juga tertanam di pikiran mahasiswa. Biasanya, tipe yang satu ini sulit diajak untuk berkemahasiswaan. Apakah itu Masalah? Mungkin menurut kita itu masalah, tetapi menurutnya bukan masalah. Menceramahi pentingnya berkemahasiswaan baginya mungkin sama gilanya dengan menceramahi orang gila untuk pakai baju. Bagi orang gila, hanya makan yang merupakan kebutuhan Primernya. Memakai baju bukan merupakan kebutuhan. Dengan hormat dan penuh rasa cinta, perumpamaan ini tidak berarti saya berpendapat bahwa orang yang merasa cukup dengan akademik saja itu gila. Saya tidak bermaksud demikian yah kawan-kawan. Tapi,Tidak apa-apa juga sih kalau ada yang berpendapat seperti demikian, toh hidup ini adalah pilihan hehehe.
Yang lebih menarik adalah bagi mahasiswa yang melakukan keduanya, akademik dan kemahasiswaan. Akademik dan kemahasiswaan, mana yang lebih penting? Mana yang harus diprioritaskan, "belajar untuk kuis besok hari atau mengikuti rapat kepanitiaan malam ini? "
Satu hal yang saya agak bingung dari permasalahan-permasalahan . mainstream yang muncul saya menangkap seakan-akan kegiatan akademik dan kemahasiswaan itu tidak bisa sinergis. Pertanyaan-pertanyaan membuat seakan akademik dan kemahasiswaan tidak bisa ditekuni keduanya, harus ada yang dikorbankan. Seharusnya tidak demikian. Karena akademik dan kemahasiswaan sama-sama merupakan tanggung jawab dan kebutuhan, tentunya keduanya harus dilaksanakan dengan maksimal. Kecuali jadwalnya memang bentrok (pada waktu yang sama.
Menurut saya, akademik dan kemahasiswaan itu seharusnya bisa berjalan sinergis. Keduanya saling melengkapi, sama-sama menutup sisi yang tidak diberikan oleh sisi satunya. Seperti shalat dan puasa, kewajiban akan satu hal tidak berarti menggugurkan kewajiban yang lainnya. Puasa harus jalan, shalat juga harus tetap jalan. Jika ada mahasiswa yang memilih satu hal dan menggugurkan lainnya, sebenarnya itu disebabkan manajemen waktunya kurang baik. Jika saja dia bisa membagi waktu kapan harus berakademik dan kapan harus berkemahasiswaan dengan porsi yang bijaksana, tentunya pilihan dengan pengorbanan tidak akan terjadi. Sebenarnya, akademik dan kemahasiswaan itu tidaklah berlawanan. Pelakunya saja yang membuat itu seakan-akan berlawanan. Jika keduanya adalah kebutuhan dan tanggung jawab, maka bagaimana bisa kita memilih yang satu dan mengorbankan yang lain, padahal keduanya sama-sama penting?
Jadi, kesimpulannya akademik dan kemahasiswaan sama-sama penting. Tinggal bagaimana kita mengambil porsi akademik dan kemahasiswaan dengan bijaksana, disesuaikan dengan kemampuan diri. Kata-kata “kemahasiswaan jangan sampai mengganggu akademik” perlu ditambahkan juga dengan “akademik jangan sampai mengganggu kemahasiswaan”. Ketika keduanya dijalankan dengan maksimal, hasil yang kita peroleh tentunya akan lebih baik jika dibandingkan dengan menjalankan satu hal saja atau menjalankan keduanya tetapi tidak dengan maksimal. Akademik atau kemahasiswaan? Why not both?
- Kamis, November 10, 2016
- 0 Comments
Frederick Winslow Taylor (lahir 20 Maret 1856 – meninggal 21 Maret 1915 pada umur 59 tahun) adalah seorang insinyur mekanik asal Amerika Serikat yang terkenal atas usahanya meningkatkan efesiensi industri. Ia dikenal sebagai "bapak manajemen ilmiah" dan merupakanemimpin intelektual dari Gerakan Efesiensi.